Tren E-Commerce 2025: Apa yang Harus Dipelajari Mahasiswa Bisnis Digital?

Berita Thumbnail
Selasa, 17 Juni 2025

Tren E-Commerce 2025: Apa yang Harus Dipelajari Mahasiswa Bisnis Digital?

Setiap tahun, dunia e-commerce berubah cepat. Apa yang menjadi tren tahun lalu, belum tentu relevan lagi tahun ini.

Sebab itu, kita butuh skill relevan agar siap menghadapi tren e-commerce 2025 dan tahun-tahun yang akan datang.

E-Commerce Terus Berkembang

Coba cek riwayat notifikasi di ponselmu. 

Kemungkinan besar, ada pesan dari Shopee, Tokopedia, atau TikTok Shop yang muncul hari ini, kan? 

Mulai dari memesan makan siang, membeli kebutuhan bulanan, hingga berburu diskon saat tanggal kembar, e-commerce sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari gaya hidup kita di tahun 2025 ini.

Tak heran, ekonomi digital di Indonesia pun semakin meningkat pesat.

“Proyeksi tahun 2030, ekonomi digital Indonesia akan menjadi terbesar di Asia Tenggara yaitu 40 persen dari total ekonomi yang ada di Asia Tenggara untuk digital atau kurang lebih senilai Rp 4.500 triliun,” kata Menteri BUMN Erick Thohir, seperti dikutip dari Liputan6.com.

Pertumbuhan pesat ini membuktikan e-commerce sebagai fondasi ekonomi masa depan Indonesia.

Ini 5 Tren E-Commerce 2025 yang Wajib Kamu Pantau

1. Video & Live Commerce 

Perilaku konsumen masa kini saat belanja online tidak lagi sebatas melihat foto produk dan membaca deskripsi. 

Sekarang, konsumen lebih menyukai shoppertainment, yakni gabungan antara shopping (belanja) dan entertainment (hiburan).

Kamu pasti sudah sangat akrab dengan tren ini. 

Seperti melihat review produk dalam format short video di TikTok, hingga ikut keseruan host di Shopee Live yang mendemokan produk, memberikan diskon kilat, dan menjawab pertanyaan penonton secara langsung. 

Inilah yang disebut Video & Live Commerce.

Format ini menciptakan pengalaman belanja yang jauh lebih interaktif, personal, dan mendesak. Penonton dapat melihat produk digunakan, bertanya langsung, dan merasakan adanya urgensi Fear of Missing Out (FOMO) dari penawaran terbatas. 

Tren ini turut menciptakan kebutuhan talenta yang paham produk, pandai berbicara di depan kamera, dan kreatif membuat konten video yang menarik.

2. Hyper-Personalization Berbasis AI

Jika dulu personalisasi hanya sebatas memanggil nama konsumen di email, kini di tahun 2025, personalisasi sudah naik level menjadi hyper-personalization berkat Artificial Intelligence (AI).

Pernahkah kamu baru saja mencari informasi tentang sebuah keyboard, lalu tiba-tiba seluruh isi aplikasi belanjamu semuanya menampilkan produk dan promo seputar keyboard? Itulah hyper-personalization.

Selain menganalisis riwayat pembelian, tetapi juga produk apa yang sedang kamu lihat dan berapa lama kamu melihatnya. 

Tujuannya menyajikan penawaran paling relevan pada waktu yang paling tepat, khusus untukmu.

Bagi perusahaan, cara ini ampuh untuk meningkatkan penjualan dan loyalitas pelanggan. 

3. Q-Commerce

Lagi asyik masak dan tiba-tiba garam habis? Atau butuh membeli obat demam tengah malam tanpa harus keluar rumah? Inilah masalah yang dijawab oleh Q-Commerce.

Layanan seperti Astro, atau fitur-fitur seperti GoMart dan GrabMart adalah contoh dari tren ini. 

Jika e-commerce biasa menjanjikan pengiriman dalam beberapa hari, maka Q-Commerce (Quick Commerce) mampu mengirim dalam hitungan menit atau beberapa jam saja.

4. Omnichannel Retailing

Batas antara dunia belanja online dan toko fisik kini semakin kabur, dan tren inilah yang disebut omnichannel retailing

Bagaimana contohnya?

  • Kamu melihat sebuah baju di aplikasi, membayarnya secara online, lalu memilih untuk mengambil barangnya langsung di mal terdekat sore itu juga.
  • Kamu datang ke toko untuk mencoba ukuran sepatu, tapi warna yang kamu inginkan ternyata habis. Pramuniaga toko langsung membantumu memesan warna tersebut dari gudang pusat melalui tabletnya, untuk dikirim langsung ke rumahmu.
  • Poin yang kamu kumpulkan dari belanja di toko fisik, bisa langsung kamu gunakan untuk diskon saat berbelanja di website mereka.

5. Sustainable E-commerce

Pada tahun 2025, konsumen, terutama dari kalangan generasi muda, tidak lagi hanya melihat harga dan kualitas produk. 

Semakin banyak yang mempertimbangkan apakah produk ramah lingkungan, atau apakah merek ini peduli pada kesejahteraan pekerjanya.

Inilah yang mendorong lahirnya tren Sustainable E-commerce.

Jadi, selain mengejar keuntungan, bisnis e-commerce juga memberikan dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat. 

Praktiknya bisa bermacam-macam, seperti menggunakan kemasan ramah lingkungan, menjual produk dari pengrajin lokal, atau menjual barang bekas layak pakai (pre-loved atau thrifting).

Apa yang Harus Dipelajari Mahasiswa Bisnis Digital?

1. Digital Marketing Terintegrasi

Di dunia e-commerce, menjual produk tidak cukup posting di satu media sosial saja.

Digital marketing terintegrasi adalah kemampuan untuk memahami dan menggunakan berbagai channel digital secara bersamaan.

Contohnya begini, seorang calon  pelanggan pertama kali melihat produkmu melalui iklan di Instagram Reels. 

Karena penasaran, ia mencarinya di Google dan menemukan artikel blog-mu yang informatif. 

Beberapa hari kemudian, ia melihat ulasan produkmu di YouTube, dan akhirnya memutuskan untuk membeli setelah mendapatkan notifikasi diskon di aplikasi Shopee.

Semua channel ini harus bekerja sama dan saling mendukung. 

Mempelajari pemasaran terintegrasi berarti mengerti bagaimana setiap channel memiliki perannya masing-masing dalam meyakinkan pelanggan untuk membeli.

2. Data Analytics untuk E-Commerce

Setiap kali seseorang mengklik produk, memasukkan barang ke keranjang, atau melakukan pembelian, mereka meninggalkan jejak digital. 

Jika jejak-jejak ini dikumpulkan, ia akan menjadi kumpulan data. 

Kemampuan untuk membaca dan menerjemahkan kumpulan data inilah yang disebut Data Analytics.

Di dunia e-commerce, dengan skill analisis data, kamu bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan, seperti:

  • Kenapa banyak pengunjung yang batal membeli padahal sudah memasukkan barang ke keranjang?
  • Produk apa yang sebaiknya dijual dalam satu paket (bundling)?
  • Dari mana asal pengunjung terbanyak toko online kita, apakah dari Instagram, TikTok, atau Google?
  • Jenis promosi apa yang paling efektif?

Ingat tren Hyper-Personalization yang kita bahas sebelumnya? Itu semua tidak akan mungkin terjadi tanpa data analytics.

3. Tools & Platform E-Commerce

Strategi pemasaran yang sudah kamu susun perlu dieksekusi menggunakan tools dan platform yang tepat. 

Apa saja yang termasuk di dalamnya?

Pertama, platform marketplace.

Kamu harus terbiasa dengan dashboard penjual di marketplace seperti Tokopedia, Shopee, dan TikTok Shop. 

Pahami bagaimana cara mengunggah produk, membuat promosi diskon, membalas pesan pelanggan, hingga membaca laporan penjualan yang mereka sediakan.

Kedua, platform website.

Banyak merek juga membangun website-nya sendiri. Kenali platform populer seperti Shopif`y atau WooCommerce untuk WordPress. Coba pelajari bagaimana cara kerja mereka, walau hanya melalui video tutorial di YouTube.

Selain itu, ada ribuan tools lain yang membantu pekerjaan sehari-hari. 

Seperti Google Analytics untuk melacak performa website, Meta Business Suite untuk mengelola iklan Facebook dan Instagram, dan Canva untuk mendesain konten promosi.

4. Copywriting & Storytelling untuk E-Commerce

Jika toko online mendeskripsikan produknya membosankan, penjualan pun tidak akan maksimal. 

Coba bandingkan dua deskripsi produk ini:

  • Deskripsi A: “Kemeja. Bahan: Katun. Ukuran: S, M, L, XL.”
  • Deskripsi B: “Tampil percaya diri di setiap acara dengan kemeja katun premium. Bahannya yang adem dan menyerap keringat akan membuatmu nyaman beraktivitas seharian, dari pagi di kampus hingga nongkrong sore hari.”

Deskripsi mana yang lebih membuatmu tertarik? Tentu yang kedua, kan?

Itulah kekuatan copywriting

Jadi tidak hanya menyebutkan spesifikasi, tetapi juga menjual manfaat dan solusi kepada pelanggan. 

Lebih jauh lagi, storytelling membantu membangun narasi dan jiwa dari sebuah merek.

Seperti mengapa merek ini ada? Siapa orang-orang di baliknya? Apa nilai yang mereka perjuangkan? 

Cerita-cerita inilah yang membangun loyalitas dan membuat pelanggan merasa menjadi bagian dari sebuah komunitas, bukan sekadar pembeli.

5. Mindset Growth & Experimentation

Terakhir, dan yang paling penting, adalah soal pola pikir (mindset). 

Dunia e-commerce dan digital marketing bukan ilmu pasti. Sebaliknya, ia sangat dinamis. Apa yang berhasil bulan lalu, belum tentu berhasil hari ini.

Sebab itu, kamu butuh growth mindset, yakni pola pikir yang selalu melihat tantangan sebagai peluang bertumbuh. 

Prosesnya sederhana:

  1. Buat hipotesis: “Aku rasa, kalau foto produk diganti dengan video, penjualannya akan naik.”
  2. Uji coba: Jalankan tes tersebut dalam skala kecil.
  3. Ukur hasilnya: Lihat datanya. Apakah hipotesismu terbukti benar?
  4. Belajar: Jika berhasil, terapkan. Jika gagal, cari tahu penyebabnya dan coba ide lain.

Platform bisa berganti, tren bisa berlalu, tetapi seorang profesional dengan mindset selalu ingin tahu, tidak takut gagal, dan cepat belajar dari kesalahan adalah talenta yang dicari sampai kapan pun.

Yuk Siapkan Skill E-Commerce Sejak Kuliah!

Melihat tren industri dan kemampuan yang dibutuhkan, jelas bahwa untuk menjadi seorang profesional di bidang e-commerce perlu pemahaman strategi, kreativitas, menganalisis data, dan penguasaan teknologi.

Kamu memang bisa mempelajari beberapa hal ini secara mandiri. 

Namun, untuk benar-benar menguasainya secara mendalam, sistematis, dan mendapatkan bimbingan langsung dari para ahli, lingkungan akademis adalah tempat belajar terbaik.

Inilah mengapa program seperti konsentrasi Bisnis Digital di S1 Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Trisakti dirancang untuk mempersiapkan para mahasiswa menjadi talenta digital unggulan.

Di sini, kamu belajar mendalam mengenai dunia bisnis digital dari para dosen kompeten.

Sebagai gambaran, kamu akan menemui mata kuliah Praktikum Digital Marketing, Social Media Marketing, Website Design and Development, Artificial Intelligence, Big Data Analytics, Sustainability E-commerce, dan banyak lagi!

Industri e-commerce akan selalu mencari talenta yang siap beradaptasi dan berinovasi. Persiapkan dirimu dari sekarang. 

Yuk, cari tahu lebih lanjut tentang konsentrasi Bisnis Digital di Universitas Trisakti dan siap-siap menjadi bagian dari masa depan e-commerce!

Floatin Button